Laman

Sabtu, 05 Maret 2011

Mola hidatidosa

A. PENGETIAN MOLAHIDATIDOSA
Yang dimaksud dengan Molahidatidosa ialah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar di mana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh villi korealis mengalami perubahan hidropik. Dalam hal demikian disebut Molahidatidosa atau Completemole, sedangkan bila disertai janin atau bagian dari janin disebut Mola parsialis atau Partial mole. Menurut Vassilakos, Complete mole dan Partial mole merupakan kesatuan yang berbeda, antara keduanya ada perbedan klinik, histopatologik, sitogenetik maupun prognostik.
Secara makroskopik, Molahidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa milimeter sampai satu atau dua sentimeter.
Gambaran histopatologik yang khas dari molahidatidosa ialah edema stroma villi, tidak ada pembuluh darah pada villi dan proliferasi sel-sel trofoblast, sedangkan gambaran sitogeniknya pada umumnya berupa xx 46.
Ada beberapa teori yang dianjurkan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblast.
1. Teori missed abortion yaitu mudigah mati dan kehamilan 3-5 minggu (missed abortion), karena itu terjadi gangguan peredaran darah sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung.
2. Teori Neoplasma dari Park yang mengatakan bahwa yang abnormal adalah sel-sel trofoblas, yang mempunyai fungsi abnormal pula, dimana terjadi resorpsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian mudigah.

B. GEJALA KLINIK
Adapun gejala klinik dari molahidatidosa ialah:
1. Adanya tanda-tanda kehamilan disertai dengan perdarahan. Perdarahan ini bisa intermiten, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak sehingga menyebabkan syok atau kematian. Karena perdarahan ini maka umumnya penderita molahidatidosa masuk rumah sakit dalam keadaan yang anemia.
2. Hiperemesis Gravidarum
3. Tanda-tanda preeklamsia pada trimester 1
4. Tanda-tanda tirotoksis
5. Kista lutein unilateral/bilateral
6. Umumnya uterus lebih besar dari usia kehamilan
7. Tidak dirasakan tanda-tanda adanya gerakan janin, ballotemen negatif kecuali pada Mola Parsial.
Pada permulaannya gejala molahidatidosa tidak seberapa berbeda dengan kehamilan biasa yaitu mual dan muntah, pusing, dll, hanya saja derajat keluhan sering lebih hebat. Selanjutnya perkembangan janin lebih pesat, sehingga pada umumnyq besar uterus lebih besar dari umur kehamilan. Ada pula kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama besar walaupun jaringannya belum dikeluarkan. Dalam hal ini perkembangan jaringan trofoblas tidak begitu aktif sehingga perlu dipikirkan kemungkinan adanya jenis drying mole.
Perdarahan merupakan gejala utama Molahidatidosa. Biasanya keluhan perdarahan inilah yang menyebabkan mereka datang ke rumah sakit. Gejala perdarahan ini biasanya terjadi antara bulan pertama sampai ke tujuh dengan rata-rata 12-14 minggu. Sifat perdarahan bisa intermiten, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak sehingga menyebabkan syok atau kematian. Karena perdarahan ini maka umumnya pasien molahidatidosa mengalami anemia. Seperti juga pada kehamilan biasa molahidatidosa bisa disertai dengan preeklamsia (eklamsia), hanya perbedaannya ialah bahwa preeklamsia pada mola terjadinya lebih muda daripada kehamilan biasa.


C. DIAGNOSIS
Adanya molahidatidosa harus dicurigai bila ada wanita amenorea, perdarahan pervaginam, uterus yang lebih besar dari tuanya kehamilan dan tidak ditemukan tanda kehamilan pasti, seperti ballotemen dan detak jantung janin (DJJ). Untuk memperkuat diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan kadar HCG (Human Chorionic Gonadotropin) dalam darah atau urine, baik secara Bioasay, immunoassay maupun radioimmunoassay. Peninggian HCG, terutama setelah hari ke-100, sangat sugestif. Bila belum jelas dapat dilakukan pemeriksaan foto abdomen, biopsi trasplasental, pemeriksaan dengan sonde uterus yang diputar, dan yang lebih mutahir dengan menggunakan USG, dimana kasus molahidatidosa menunjukkan gambaran yang khas, yaitu berupa badai salju (snow flake pattern).
Diagnosis yang paling tepat bila kita telah melihat gelembung-gelembung molanya. Tetapi bila kita menunggu sampai gelembung molanya keluar biasanya sudah terlambat karena pengeluaran gelembung umumnya disertai perdarahan yang banyak dan keadaan umum pasien menurun. Yang baik ialah dapat mendiagnosis mola sebelum gelembung keluar.

D. PENANGANAN
Terapi molahidatidosa terdiri 4 tahap yaitu:
1. Perbaikan keadaan umum
Yang termasuk usaha ini misalnya pemberian transfusi darah untuk memperbaiki syok atau anemia dan menghilangkan atau mengurangi penyulit seperti preeklamsia dan tirotoksikosa. Preeklamsia diobati seperti pada kehamilan biasa sedang tirotoksikosa diobati sesuai dengan protokol bagian Penyakit Dalam.
2. Pengeluaran jaringan mola
Ada dua cara yaitu:
a. Vakum Kuretase. Setelah keadaan umum diperbaiki dilakukan vakum kuretase tanpa pembiusan. Untuk memperbaiki kontraksi diberikan pula uterotonika. Vakum kuretase dilanjutkan dengan sendok kuret biasa yang tumpul. Tindakan kuret cukup dilakukan satu kali saja, asal bersih. Kuret kedua hanya dilakukan bila ada indikasi. Sebelum tindakan kuret sebaiknya disediakan darah untuk menjaga kemungkinan perdarahan banyak.
b. Histerektomi. Tindakan ini dilakukan pada wanita yang telah cukup umur dan telah cukup anak. Alasan untuk melakukan ini ialah karena umur tua dan paritas tinggi merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya keganasan. Batasan yang digunakan adalah umur 35 tahun dengan anak hidup tiga. Tidak jarang pada sediaan histerektomi bila dilakukan pemeriksaan histopatologik sudah tampak adanya tanda-tanda keganasan berupa mola invasif. Ada beberapa ahli yang menganjurkan agar pengeluaran jaringan dilakukan melalui histerektomi. Tetapi cara ini tidak begitu populer dan sudah ditinggalkan.
3. Terapi profilaksis dengan sitostatika
Terapi profilaksis diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadinya keganasan misalnya umur tua dan paritas tinggi yang menolak untuk dilakukan histerektomi atau kasus mola dengan hasil histopatologi yang mencurigakan. Biasanya diberikan methotrexate atau actinomycin D. Ada beberapa ahli yang tidak menyetujui terapi profilaksis ini dengan alasan bahwa jumlah kasus mola yang menjadi ganas tidak banyak dan sitostatika merupaka obat berbahaya. Goldstein berpendapat bahwa pemberian sitostatika profilaksis dapat menghindarkan keganasan dengan metastasis, serta mengurangi koriokarsinoma di uterus sebanyak 3 kali.
4. Pemeriksaan tindak lanjut
a. Lama pengawasan berkisar satu sampai dua tahun
b. Selama pengawasan penderita dianjurkan memakai kontrasepsi kondom, pil kombinasi, atau diafragma, dan pemeriksaan fisik dilakukan setiap kali pada saat penderita datang kontrol.
c. Pemeriksaan kadar β-HCG dilakukan setiap minggu sampai ditemukan kadar β-HCG normal 3 kali berturut-turut.
d. Setelah itu pemeriksaan dilakukan satiap bulan sampai kadar β-HCG normal selama 6 kali berturut-turut.
e. Bila terjadi remisi spontan (kadar β-HCG, pemeriksaan fisik, dan foto toraks setelah satu tahun semuanya normal) maka penderita tersebut dapat berhenti menggunakan alat kontrasepsi dan hamil lagi.
f. Bila selama masa observasi kadar β-HCG tetap atau bahkan meningkat atau pada pemeriksaan klinis foto toraks ditemukan adanya metastasis maka penderita harus di evaluasi dan mulai pemberian kemoterapi.

E. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi yang dapat terjadi dalam molahidatidosa ialah:
1. Perdarahan hebat
2. Anemia
3. Syok
4. Infeksi
5. Perforasi Uterus
6. Keganasan (PTG)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar